Jumat, 30 Oktober 2009

RAHMAT
Dari buku Etos Jansen Sinamo

Petang itu, Conrad, Si Juragan Sepatu, pulang kerja lebih awal. Dibersihkannya seluruh rumah, terutama ruang tamu. Kemudian ia memanggang roti, menyiapkan minuman, dan memgolah daging yang selama ini jarang dilakukan. Conrad sedang menunggu tamu agung. Tuhan akan datang ke rumahnya. Ia diberitahu lewat mimpi semalam.

Sepanjang sore, hujan turun terus. Udara sangat dingin, Conrad pun menantikan Tuhan dengan setia sambil merebus the. Namun Tuhan belum juga datang.

Lalu Conrad mulai memikirkan kebaikan Tuhan yang begitu istimewa kepadanya. “Biarkan tidak bersekolah tinggi, aku berhasil memiliki pabrik sepatu. Meskipun yatim piatu, aku diberi isteri dan sepasang anak yang baik. Meskipun bukan pria tampan, senyumku disukai penduduk kota. Meskipun tak punya kenalan orang hebat, usahaku maju terus.” Conrad membiarkan kebaikan Tuhan. Ia pun tenggelam dalam lamunan kilas balik yang menampilkan beberapa episode kehidupannya.

Tiba-tiba ada orang mengetuk. Conrad bergegas membuka buka pintu. Ternyata tukang pos. Conrad mempersilahkan pas pos berteduh dan menghidang the yang dia siapkan untuk Tuhan. “Terima kasih, Pak Conrad, the ini sungguh menghangatkan tubuhku,” kata tukang pos sambil pamit.

Saat mengantar pak pos itu keluar, dilihatnya seorang gadis kecil sedang menangis. Rupanya ia tersesat. Conrad memutuskan mengantar gadis itu ke rumahnya. Lalu ditempelnya pesan untuk Tuhan di pintu. “Tuhan, tolong tunggu sebentar, ada keperluan mendadak. Aku segera kembali.”
Menjelang malam, Conrad baru pulang. Dari kejauhan terlihat pintu rumahnya terbuka. Rianglah hati Conrad. “Tuhan sudah menungguku!” serunya dalam hati. Tetapi saat ia masuk, ternyata tetangga belakang rumahnya terbaring di ruang tamu penuh luka. Rupanya ia habis berkelahi dengan penjahat yang hendak merampok. Pria itu menggigil terkena infeksi. Sampai jauh malam Conrad dan beberapa warga kampong berjuang menurunkan demand an mengobati luka pria malang itu.

Malam mulai berganti dengan rembang pagi. Conrad sangat lelah, ia pun merebahkan tubuhnya di kasur dan terlelap hingga fajar mulai meninggi. Tiba-tiba Conrad terbangun. “Aduh, Tuhan pasti datang selagi aku tidur, aku telah mengecewakn Tuhan, mengapa aku tertidur?” sesalnya dalam hati.

Tiba-tiba telpon berdering. Ternyata dari Tuhan sendiri. Dan lewat kabel, Conrad mendengarkan suara Tuhan. “Halo, Conrad. Terima kasih atas semua kebaikanmu. Saat Aku kedinginan engkau memberikan the yang menghangatkan tubuh-Ku. Saat Aku tersesat, engkau menunjukkan jalan ke rumah-Ku. Dan saat Aku terluka engkau mengobati dan menjaga-Ku. Conrad, terima kasih banyak, karena kemarin Aku telah menjadi tamu di rumahmu.”

Conrad terkejut lalu menangis haru karena Tuhan berkenan menjadi tamunya meskipun dengan cara yang tidak pernah ia sangka-sangka. Conrad semakin bersyukur atas hidupnya yang penuh rahmat. Conrad semakin gemar menabur kebaikan dan bertekad menjadi orang yang lebih baik.


SANG GURU
Dari Majalah Madina
Ini cerita tentang penduduk di sebuah pulu yang tidak terlalu subur. Tanaman ada memang dapat menghidupi mereka, tetapi dengan mutu rendah. Di seberang pulau, sebenarnya ada sebuah pulau yang kaya tanaman dan buah bauh yang manis dan lezat. Masyarakat pulau mengetahui hal itu, tetapi hanya berdasarkan cerita turun-temurun.

Mereka malas untuk keluar dari pulau mereka. Mereka bukannya tidak memiliki perahu dan kapal untuk berlayar. Sejumlah guru mereka juga bercerita tentang cara-cara berlayar dengan baik untuk mencapai suatu daratan. Tetapi masalahnya mereka menganggap apa yang mereka miliki sudah cukup, sehingga selalu ada alasan yang menyebabkan mereka sibuk melakukan pekerjaan lain.

Suatu hari, datangnya seroang guru baru. Guru ini juga berbicara tentang pulau subur tersebut. Namun yang dikisahkannya berbeda dengan hikayat-hikayat yang sudah disampaikan orang lain. Ketika ia menggambarkan ras buah atau keharuman tumbuhan di sana, para pendengarnya seperti benar-benar dapat menghirup wangi dan mengecapnya.

Tapi ada satu hal yang sangat menganggu dari guru ini: suatu kali ia bercerita bahwa kepulauan itu terdiri dari lima pulaun kecil, di lain hari ia menyebut tujuh. Di suatu hari ia menggambarkan bentuk kepulauan itu seperti busur panah, di hari lain, ia menggambarkannya seperti lingkaran, dan seterusnya. Ceritanya tidak pernah konsisten. Satu-satunya yang konsisten darinya adalah bahwa dia menceritakannya dengan sangat menarik dan hirup.

Kehadirannya menimbulkan kontroversi. Sejumlah guru memberikan komentar miring mengenainya. Sejumlah guru lain pun tergerak untuk berpendapat. Maka timbullah pembicaraan ramai. Dan kali ini terjadilah sesuatu yang pernah berlangsung sebelumnya. Setelah sekian lama hanya membicarakan tentang suatu daratan di seberang sana, kini mereka mulai berencana untuk menuju ke daratan itu. Orang duduk di depan rumah, merancang peta, membicarakan angin, gelombang, dan jalur pelayaran.

Tak lama kemudian, mereka pun berlayar. Mereka berusaha mengikuti arah yang diperoleh dari cerita guru-guru mereka. Setelah melalui perjalanan yang lama dan melelahkan akhirnya mereka menemukan pulau yang dituju. Mereka kemudian membawa pulang berbagai buah yang sangat lezat untuk dibagikan kepada para tetangga.

Pada titik itu, tidak ada lagi yang peduli pada pertanyaan apakah kepulauan itu terdiri dari lima, enam, atau tujuah pulau. Apakah pulaunya berbentuk busur panah tau lingkaran.
Si guru tersebut tetap dikenang sebagai guru yang baik dan dicintai, walau seringkali ceritanya bertentangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar